Rumah Tangga Cinta Dunia

“Dan tiadalah kehidupan di dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui” (Al-Ankabut ayat 64).
Inilah fenomena kehidupan yang menunjukkan betapa manusia dalam kehidupannya akan selalu berpeluang dekat dengan hawa nafsu yang merugikan. Oleh sebab itu, bagi siapa pun yang berniat mengayuh bahtera rumah tangga, hendaknya jangan membayangkan rumah tangga akan beroleh kebahagiaan dan ketenangan bila hanya dipenuhi dengan hal-hal duniawi belaka. Karena segala aksesori duniawi diberikan oleh Allah kepada orang yang terlaknat sekalipun.
Sekiranya tujuan sebuah rumah tangga hanya duniawi belaka, maka betapa para penghuninya akan merasakan letih lahir batin. Energinya akan lebih banyak terkuras oleh segala bentuk pemikiran tentang taktik dan siasat serta nafsu menggebu untuk mengejar-ngejarnya terus menerus siang malam. Padahal, apa yang didapatkannya tak lebih dari apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Walhasil, hari-harinya akan terjauhkan dari ketenteraman batin dan keindahan hidup yang hakiki karena tak ubahnya seorang budak. Ya, budak dunia!
Allah ‘Azza wa Jalla memang telah berfirman untuk siapa pun yang menyikapi dunia dengan cara apa pun: cara hak maupun cara bathil. “Hai dunia,” titah-Nya, “ladeni orang yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada-Ku. Akan tetapi sebaliknya, perbudak orang yang hidupnya hanya menghamba kepadamu!”
Rumah tangga yang tujuannya hanya Allah, ketika mendapatkan karunia duniawi akan bersimpuh penuh rasa syukur kehadirat-Nya. Sama sekali tidak akan pernah kecewa dengan seberapa pun yang Allah berikan kepadanya. Demikian pun manakala Allah mengambilnya kembali dari tangannya, sekali-kali tidak akan pernah kecewa karena yakin bahwa semua ini hanyalah titipan-Nya belaka.
Pendek kata, adanya duniawi di sisinya tidak membuatnya sombong; tiadanya pun tiada pernah membuatnya menderita dan sengsara, apalagi merasa rendah diri karenanya. Lebih-lebih lagi dalam hal ikhtiar mendapatkan karunia duniawi tersebut. Baginya, yang penting bukanlah perkara dapat atau tidak dapat, melainkan bagaimana agar dalam rangka menyongsong hati tetap terpelihara sehingga Allah tetap ridha kepadanya. Jumlah yang didapat tidaklah menjadi masalah, namun kejujuran dalam menyongsongnya inilah yang senantiasa diperhatikan sungguh-sungguh. Karena nilainya bukanlah dari karunia duniawi yang diperolehnya, melainkan dari sikap terhadapnya.
Perbedaan itu jadinya begitu jelas dan tegas bagaikan siang dan malam. Bagi rumahtangga yang tujuannya hanya aksesori duniawi, pastilah aneka kesibukannya itu semata-mata sebatas ingin mendapatkan yang satu itu saja. Sedangkan bagi rumah tangga yang hanya Allah yang menjadi tujuan dan tumpuan harapannya, maka otomatis yang dicarinya pun langsung tembus kepada Dzat Maha pemilik dan penguasa segala-galanya.
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. Al-Hadid ayat 20). Wallahu ‘alam. (jn)